Titrasi
Iodimetri
Iodimetri Dengan I2 Sebagai
Titran
A. Pengertian
Istilah oksidasi mengacu pada setiap
perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi
digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi
disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron.
Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami
kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama
dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.
Oksidator lebih jarang ditentukan
dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan
dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah
kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) .
Dalam proses analitik, iodium digunakan
sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri).
Iodimetri merupakan titrasi langsung
dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar
penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau
terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah
titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial
oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut
akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan
analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung
disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk
mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada
titik ekivalennya.
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari
senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2,
yaitu (2);
a. Iodimetri metode langsung,
bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku
Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.
b. Iodimetri metode residual
( titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam
jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.
Dalam titrasi iodimetri, iodin
dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa
hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi
langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik
adalah sedikit. Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur
reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial
reduksi yang jauh lebih rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III),
sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap dan
cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak
lemah, misal arsen trivalen atau stibium trivalen, reaksi yang lengkap hanya
akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit asam, pada
kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau daya
mereduksinya adalah maksimum.
Iodium
merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem yodium yodida
ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini :
I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 vol
I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 vol
B. Iodimetri dengan I2 sebagai Titran
Metode titrasi iodimetri adalah titrasi
redoks yang menggunakan larutan standar iodium sebagai titran dalam suasana
netral atau sedikit asam. Titrasi ini diebut juga dengan titrasi langsung
karena dalam proses titrasi ini I2 berfungsi sebagai pereaksi. Dalam
reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor, sebab bila suatu unsur
bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron ), maka harus ada
suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap
electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja.
Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga
I2 tereduksi menjadi ion iodida :
A ( Reduktor ) + I2 →
A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak
terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang
dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan
warna biru pada titik akhir penitaran .
I2
+ 2 e - → 2 I-
Larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2
murni selanjutnya distandarisasi dengan Na-tiosulfat. I2
merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat
ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering
ditentukan secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan
tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih
selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant oksidator kuat.
Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-.
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam
kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine
dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
C. Indikator dalam
Iodimetri
Pada titrasi iodimetri ini dilakukan dalam keadaan netral
atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat)
maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
I2 + 2OH- <->
IO3- +
I- + H2O
Sedangkan pada keadaan asam kuat maka biasanya indikator
yang digunakan adalah kanji/amilum. Indikator yang digunakan pada titrasi
iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji .Kanji atau pati disebut juga
amilum yang terbagi menjadi dua yaitu: Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa dan
Amilopektin (1,4) ; (1,6) disebut a-Amilosa. Namun untuk indicator, lebih lazim
digunakan larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati – iod berperan
sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan
sedikit asam daripada dalam larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diukat pada
permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji. Indikator kanji yang dipakai
adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks
kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena
rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr= 50.000 – 1.000.000. Warna
dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak
sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau
violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan
kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir
dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan
larutan kanji sebagai indikator. Kanji bereaksi dengan iod, dengan adanya
iodida membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat, yang akan terlihat
pada konsentrasikonsentrasi iod yang sangat rendah. Kepekaan reaksi warna ini
adalah sedemikian rupa sehingga warna biru akan terlihat bila konsentrasi iod
adalah 2 x 10-5 M dan konsentrasi iodida lebih besar daripada 4 x 10-4 M pada
20oC. Kepekaan warna berkurang dengan naiknya temperatur larutan. Kanji tidak
dapat digunakan dalam medium yang sangat asam karena akan terjadi hidrolisis
pada kanji itu sendiri. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa
harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i)
bersifat tidak dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya
dalam air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam
air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi (karena
itu, dalam titrasiiod larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat
sebelu m titik akhir, ketika warna mulai memudar). Iodida pada konsentrasi <
10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung
pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil
dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi amilum yang dipakai sebagai indikator akan
terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang
dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari
udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.
4I- + O2 + 4H+ ->
2I2 + 2H2O
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai
indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks
amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga iodimetri
ditulis dalam reaksi berikut:
H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+
Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2I-
H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
D. Penentuan Titik
Akhir Titrasi Iodimetri
Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi
(TAT) redoks dapat dilakukan dengan megukur potensial larutan dan dengan
menggunakan indikator. Penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang
bebas. TAT dengan mengukur potensial memerlukan
peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan voltameter dan elektroda khusus,
dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan alasan
kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indikator yang lebih banyak
untuk diaplikasikan
E. Peranan Iodimetri dalam bidang farmasi
Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk
menetapkan kadar obat – obatan. Salah
satu contohnya adalah untuk menetapkan kadar asam askorbat atau vitamin C, natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta natrium
tiosulfat dan sediaan injeksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar