VIRUS INFLUENZA
Definisi Virus Influenza
Virus
influenza adalah ëRNA-based ì, mempunyai dua glikoprotein yaitu H
(hemaglutinin) dan N (neuraminidase ), saat ini sudah ditemukan 16 subtipe
glikoprotein H dan 9 subtipe N. ( CDC th 2007 ). Adanya glikoprotein H
memungkinkan virus mampu masuk ke sel dan membentuk virus baru, sedangkan
glikoprotein N memungkinkan virus baru tersebut keluar dari sel host dan
beredar ke sel host yang lain. Virus Influenza disusun berdasar kombinasi
struktur glikoprotein H dan N misalnya H1N1 (Spanish flu,1918), H2N2 (Asian
flu,1957), dan H5N1(avian flu/flu burung ). Virus H1N1 sebelumnya disebut
Flu babi / swine flu tetapi sejak 30 April 2009 WHO tidak menyebut flu babi
tetapi influenza A/H1N1.
WHO mengatur
nomenklatur virus influenza dan urutan penamaannya adalah : Sub tipe virus /
hewan pejamu / asal geografis / nomor strain laboratorium / tahun isolasi / sub
tipe.
Contoh nama virus di California :
A/California/10/78/(H1N1), di Sydney : A/Sydney/5/97/ (H3N2), di Hongkong :
A/Hong Kong/156/97 (H5N1) dan sebagainya.
Apabila virus menginfeksi hewan,
maka nama hewan dicantumkan sebelum geografi, misalnya influenza A/
Chicken/Hong Kong /G9/97 (H9N2).
Sejarah
Menurut
National Geographic, influenza adalah bencana global pada tahun 1918, yang
mencolok dengan menyerang seperlima dari penduduk bumi dan mengambil lebih dari
50 juta jiwa. Kasus terbaru ini adalah flu H1N1 tahun 2009.
Jenis-jenis virus
Dalam klasifikasi virus,
virus influenza termasuk virus RNA yang
merupakan tiga dari lima genera dalam famili Oethomyxoviridae :
Tipe A & B sering menyebabkan penyakit sedangkan tipe C secara
sporadis menimbulkan infeksi saluran napas atas.
Virus-virus tersebut memiliki kekerabatan yang jauh dengan virus parainfluenza manusia, yang merupakan virus RNA yang merupakan
bagian dari familiparamyxovirus yang merupakan penyebab umum dari
infeksi pernapasan pada anak, seperti croup (laryngotracheobronchitis), namun dapat
juga menimbulkan penyakit yang serupa dengan influenza pada orang dewasa.
Virus influenza A
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza A. Unggas akuatik
liar merupakan inang alamiah untuk sejumlah besar varietas influenza A.
Kadangkala, virus dapat ditularkan pada spesies lain dan dapat menimbulkan
wabah yang berdampak besar pada peternakan unggas domestik atau menimbulkan
suatu pandemi influenza
manusia.
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara
ketiga tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus
influenza A dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda berdasarkan tanggapan antibodi terhadap
virus ini. Serotipe yang telah
dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada
manusia, adalah:
Virus influenza B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B.
influenza B hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan dengan
influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi influenza
B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza
ini mengalami mutasi 2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman genetiknya
lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B. Karena tidak terdapat keragaman antigenik, beberapa
tingkat kekebalan terhadap
influenza B biasanya diperoleh pada usia muda. Namun, mutasi yang terjadi pada
virus influenza B cukup untuk membuat kekebalan permanen menjadi tidak mungkin. Perubahan antigen yang lambat,
dikombinasikan dengan jumlah inang yang terbatas (tidak memungkinkan perpindahan
antigen antarspesies), membuat pandemi influenza B tidak terjadi.
Virus influenza
C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang
menginfeksi manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang
berat dan epidemi lokal. Namun,
influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis lain dan biasanya
hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/02/13/215094/Ada-Tiga-Jenis-Virus-Influenza
VIRUS FLU
BURUNG
Definisi
Jenis virus influenza sangat bervariasi, dan beberapa diantaranya
dapat menyerang unggas (ayam, burung, bebek, etc). Virus ini disebut Virus
Avian Influenza. Pada unggas penyakit ini disebabkan oleh Virus Influenza jenis
A. Penyakit pada unggas ini di deteksi di Italia 100 tahun yang lalu, dan kini
telah menyebar keseluruh dunia. Ada 15 jenis yang dapat menginfeksi unggas, dan
yang terganas adalah Tipe A subtipe H5 dan H7. Di Indonesia yang menyerang
adalah subtipe H5N1. Unggas air yang berimigrasi adalah reservoir alami dari
virus ini, dan ayam terutama ayam ras adalah yang paling rentan.
Virus
subtipe H5 dan H7 adalah Virus Flu Burung. Virus Avian Flu dapat diklasifikasi
kedalam Virus yang Fatalitas Tinggi (HPAI) dan Virus yang Fatalitas Rendah
(LPAI). Pembagian ini berdasar bentuk genetik Virus. Umumnya HPAI dikaitkan
dengan tingkat kematian tinggi pada peternakanunggas. Apakah Fatalitas yang
Tinggi atau Rendah pada unggas ini berhubungan dengan risiko penularan pada manusia
belum diketahui secara pasti.Virus HPAI dapat membunuh 90 - 100% unggas yang
terinfeksi, tetapi LPAI menyebabkan sakit
ringan atau tanpa gejala pada ayam.Tetapi virus LPAI dapat berubah menjadi
HPAI, sehingga wabah Virus H5 atau H7 LPAI seharusnya tetap dimonitor oleh
Dinas Peternakan
Penularan ke Manusia.
Walaupun jarang, beberapa virus flu burung dapat menular ke manusia.
Virus Burung yang disebut H5N1 telah menginfeksi manusia yang kontak langsung
dan terus menerusdengan unggas. Cara penularan ialah tinja unggas yang
mengering dan menjadi partikel kecil, yang terbawa angin dan dihirup oleh
ungggas, hewan lain dan manusia. Virus Flu
Burung H5N1 ini menyebabkan Flu berat pada manusia dan bisa menyebabkan radang
paru akut dan kematian. Saat ini belum ada bukti bahwa penularanberlangsung
dari manusia ke manusia. Hingga saat ini BELUM ADA vaksin yan g tersedia untuk
Flu Burung.
Tanda gejala flu
burung pada manusia :
1.
Menderita ISPA.
2.
Timbulnya demam
tinggi (> 38 derajat Celcius).
3.
Batuk,
mengeluarkan ingus, nyeri otot.
4.
Sakit tenggorokan
yang tiba-tiba.
5.
Timbulnya radang
paru-paru (pneumonia) yang bila tidak mendapatkan penanganan tepat dapat
menyebabkan kematian.
6.
Lemas mendadak.
7.
Sakit kepala.
Penanganan
dan pengobatan flu burung adalah
dengan pemberian obat flu seperti Tamiflu atau jenis lainnya, tapi harus tetap
dalam pengawasan dokter atau pihak rumah sakit yang ditunjuk oleh Dinas
Kesehatan RI.
VIRUS FLU BABI
Definisi
Flu babi adalah
penyakit flu yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. virus ini termasuk dalam keluarga Orthomyxoviridae. Virus
flu babi ini masih satu genus dengan virus penyebab flu burung. Virus influenza
A ini menjadi perhatian karena galur virus yang berbedamenyebabkan influenza
pada unggas, kuda dan babi. Flu babi merupakan salah satu penyakit zoonosis
yang ditakuti selain flu burung karena dapat menginfeksi manusia. Flu
babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3.
Sejarah
Influenza Babi
Influenza babi pertama kali diamati di Amerika Serikat bagian
Tengah Utara pada saat terjadinya epidemic influenza manusia tahun
1818-1819, dan dalam jangka waktu lama dilaporkan hanya terjadi di daerah
tersebut (tempat terjadinya wabah tahunan pada setiap musim dingin). Influenza
babi merupakan penyakit pernafasan yang paling sering menyerang babi di Amerika
Utara. Wabah juga dilaporkan terjadi di Kanada, Amerika Selatan, Asia dan
Afrika pada awal tahun 1968. Di Eropa, flu babi berjangkit pada tahun 1950-an
di Cekoslovakia, Inggris dan Jerman Barat.
Gejala Klinis
Masa inkubasi
1-3 hari. Gejala klinis yang utama terbatas pada saluran pernafasan, mendadak
timbul pada sebagian besar babi dalam kelompok. Babi yang terinfeksi tidak
mampu berjalan dengan bebas dan cenderung bergerombol. Terjadi radang hidung,
pengeluaran ingus, bersin-bersin dan konjungtivitis. Babi yang terinfeksi
menderita batuk proksismal, disertai dengan punggung melengkung, pernafasan
cepat, sesak, apatis, anoreksia, rebah tengkurap dan suhu tubuh meningkat
mencapai 41-41,5°C. Setelah 3-6 hari babi biasanya sembuh dengan cepat, makan
secara normal setelah 7 hari dan sejak tampaknya gejala klinis untuk pertama
kalinya. Bila babi yang sakit diussahakan tetap hangat dan tidak menderita
cekaman, penyakit ini tidak membahayakan dan dengan komplikasi yang sangat
kecil serta tingkat kematian kurang dari 1 %, tetapi babi yang menderita
bronkopneumonia dapat berakhir dengan kematian.
http://id.wikipedia.org/wiki/Flu_babi
http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/454-flu-babi
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/239/h1n1-flu-babi
http://riezqbloger.blogspot.com/2009/06/flu-babi-swine-influenza.html
http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/454-flu-babi
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/239/h1n1-flu-babi
http://riezqbloger.blogspot.com/2009/06/flu-babi-swine-influenza.html
RESPIRATORY
SYNTIAL VIRUS
Definisi
Virus ini termasuk dalam famili
paramyxoviridae,genus pneumovirus yang di dapatkan pertama kali pada simpanse
dan dapat menginfeksi manusia. Partikel virus berbentuk pleomorfik mempunyai ukuran
100-350 nm, mengandung asam nukleat RNA untai tunggal dengan polaritas negatif.
Terdiri dari 2 protein nonstruktural dan 8 protein struktural.
Protein selubung terdiri dari 2
glikoprotein yaitu protein F yang berfungsi untuk fusi partikel sel virus dengan
sel hospes dan fusi antar sel-sel yang terinfeksi dan sekitarnya sehingga
membentuk syncytia an protein G yang berperan penting pada proses penempelan
virus dengan sel hospes.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah virus yang
menyebabkan infeksi paru-paru dan saluran pernapasan. RSV merupakan virus Ribo
Nucleic Acid (RNA) berselubung anggota dari genus pneumovirus, familia
paramyxoviridae. Bentuk dan ukuran virion virus RSV bervariasi (rata ‐rata
diameter 120 ‐300 nm). RSV bersifat tidak stabil di lingkungan dan dapat
diinaktivasi dengan sabun, air dan desinfektan RSV terdiri atas 2 subgrup yaitu RSV A
dan RSV B, dibedakan berdasarkan uji serologi, namun belakangan dapat dibedakan
berdasarkan sekuen nukleotida. Kedua subgrup RSV dibedakan menjadi galur galur
berdasarkan tiga kriteria yaitu: pola restriksi gen nukleokapsid (gen N), gen
hidrofobik (gen SH) dan gen protein pengikat (gen G / attachment gene). Galur
galur ini tersebar di seluruh dunia, tetapi perbedaan tingkat virulensi dan
imunitas pada individu dan komunitas, belum diketahui dengan pasti.
Infeksi Virus Sinsisial Pernafasan
Infeksi Virus Sinsisial Pernafasan (Infeksi RSV) adalah
suatu infeksi virus menular yang menyerang paru‐paru. Angka kejadian infeksi
RSV tertinggi ditemukan pada bayi berumur 2‐6 bulan. Biasanya penyakit ini
berlangsung selama 7‐14 hari, tetapi beberapa kasus ada yang berlangsung sampai
3 minggu.
Pada akhir infeksi RSV, tubuh membentuk kekebalan terhadap virus, tetapi
kekebalan tersebut tidak pernah lengkap. Infeksi kembal terjadi, tetapi
biasanya tidak seberat infeksi sebelumnya. Penyebab
Virus pernapasan memasuki tubuh melalui mata, hidung atau mulut. Virus ini
menyebar dengan mudah melalui batuk atau bersin yang mengandung sekret
infeksius, yang kemudian terhirup oleh orang lain melalui kontak langsung,
seperti berjabat tangan. Virus ini juga dapat hidup selama berjam-jam pada
objek seperti meja dan mainan. Menyentuh mulut, hidung atau mata setelah
menyentuh benda yang terkontaminasi, cenderung akan menyebabkan terkena virus
ini. Pada beberapa hari pertama setelah terinfeksi merupakan fase paling
infeksius, sehingga mudah menularkan virus ini kepada orang lain.
Tetapi virus RSV juga masih dapat
menyebar sampai beberapa minggu setelah terinfeksi. RSV menyebar dari sekret pernafasan
melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
atau kontak dengan bahan yang terinfeksi. Infeksi dapat terjadi jika bahan yang terinfeksi mengenai mata, mulut atau
hidung atau melalui inhalasi droplet (percikan ludah/ingus) saat penderita bersin dan
batuk. Di daerah iklim sedang, infeksi RSV biasanya menjadi wabah tahunan
selama 4‐6 bulan pada musim gugur, dingin da permulaan musim semi, puncaknya
pada musim dingin. RSV akan menyebar secara luas pada anak‐anak, serologi pada
anak‐anak umur kurang dari 2 tahun yang menunjukkan antibodi terhadap RSV. Pada bayi dan anak‐anak yang masih
sangat muda, RSV bisa menyebabkan pneumonia, bronkiolitis
dan trakeobronkitis. Pada orang dewasa dan anak‐anak yang lebih besar, RSV biasanya menyebabkan infeksi saluran
pernafasan yang ringan.
Gejala klinik
Masa inkubasi
berkisar antara 2-8 hari.gejala di mulai dari saluran pernapasan atas yakni
demam, rinitis, faringitis sedangkan saluran pernapasan bagian bawah di tandai
dengan bronkiolitis dan pneumonia. Infeksi lain antara lain batuk, tachypnea,
hipoksemia dan sianosis,yang ditemukan setelah beberapa hari. Pada bayi sering
ditemukan sesak napas , laryngotracheobronchitis, rewel dan otitis media. Pada
masa kehamilan kurang dari 3 minggu dapat menyebabkan kelainan hati dan janin.
Diagnosis laboratorium
Spesimen klinik
berupa bilasan hidung atau swab tenggorokan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi virus penyebab infeksi dengan cara imunofluoresensi dan ELISA.
Kultur virus dapat dilakukan dengan menggunakan sel Hela, sel Hep-2 dan sel
ginjal monyet. Efek sitobatik dapat dilihat pada sel kultur setelah 2-5 hari.
http://health.detik.com/readpenyakit/587/respiratory-syncytial-virus--rsv-
http://pisangkipas.wordpress.com/2010/03/15/human-respiratory-syncytial-virus-rsv/
http://pisangkipas.wordpress.com/2010/03/15/human-respiratory-syncytial-virus-rsv/
VIRUS PARAINFLUENZA
Definisi
Human parainfluenza viruse (hPIV)
adalah virus RNA dari genus paramyxovirus dan family Paramixoviridae. Virus Para Influenza merupakan virus patogen
yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan
bagian vawah pada anak-anak dan orang dewasa. Virus ini berbentuk sferik atau
pleomorfik yaitu mempunyai ukuran yang lebih besar dengan diameter 150-300 nm.
Klasifikasi
Ada 4 jenis hPIV
yaitu tipe 1 sampai 4 yang dibagi ke dalam dua kelompok yaitu Respirovirus
(hPIV 1 dan 3 ) dan Rubulavirus (hPIV 2 dan 4). Di alam, hPIV tidak hanya
menyerang manusia tetapi juga beberapa jenis binatang antara lain marmot,
kelinci, monyet, dan juga tupai. Sebagian besar infeksi pada hewan adalah
asimtomatik atau tak ada gejala sakit. Penularan hPIV seperti virus influenza,
pada manusia hPIV sering menimbulkan infeksi saluran napas akut dan merupakan
penyebab infeksi saluran napas bawah kedua terbanyak setelah respiratory
syncytial virus. Ke - empat tipe hPIV semuanya dapat menyebabkan infeksi
saluran napas yang berat, namun sebagian besar kasus yang dirawat di RS
disebabkan hPIV3. Di Amerika Serikat sekitar 12 % dari 500,000 sampai 800,000
kasus infeksi saluran napas bawah per tahun disebabkan oleh virus para
influenza hPIV1-3. Estimasi di dunia 10% dari infeksi saluran napas bawah pada
anak pra ñsekolah disebabkan hPIVs dan 25 sampai 30% kasus terjadi kematian.
Infeksi hPIV yang
sering adalah ''croup'' (acute laryngotracheobronchitis), bronchiolitis, dan
pneumonia yang merupakan infeksi saluran napas yang berat sering menimbulkan
panas sampai di atas 40 derajat C.
Gejala klinik
Virus
parainfluenza bersifat tanpa gejala dan menyerang remaja dan orang dewasa. Masa
inkubasi berlangsung antara lain adalah demam, rinitis, faringitis, batuk dan
sesak napas. Virus parainfluenza yang paling sering menyebabkan wabah
laryngotracheobronhitis adala virus parainfluenza tipe 1 dan tipe 2 terutama
pada musim gugur dan awal musim semi. Sedangkan virus parainfluenza tipe 3
menyebabkan bronkitis pada anak anak umur kurang dari kurang dari 2 tahun, sedangakn
tipe 4 sering menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas.
Diagnosis Laboratorium
Diagnosis
dapat ditegakkan dengan cara mendeteksi viral dengan cara
radioimunoesai,ELISA,fluoro-imunoesai. Spesimen klinik yang digunakan adalah
sekret nasofaring atau swab tenggorokan.
Pemeriksaan
antibodi dilakukan dengan uji hambatan hemaglutinasi. Infeksi positif jika
terjadi peningkatan 4 kali titer antibodi antara fase infeksi akut dan mas
konvalensen.
Pengobatan
Tidak
ada pengobatan yang spesifik. Terapi suportif yang diberikan antara lain
antipiretik dan pelega saluran pernapasan untuk laryngotracheobronchitis.
Sedangkan kasus yang sedang dan berat diberika efineprin dan cortikosteroid.
Tindakan
pencegahan yang dilakukan dengan cara hidup bersih, mencuci tangan dengan
cairan antiseptik dan sabun, serta mencegah terjadinya penularan melalui
infeksi nosokomial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar