kalium sebagai larutan elektrolit dalam tubuh
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Tubuh kita ini adalah ibarat suatu
jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa
“pembangkit” lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada “rumah-rumah”
pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan
ion-ion yang akan mengantarkan “perintah” dari pembangkit ke rumah-rumah
pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang
ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion
(elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling
bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan
tubuh. Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium
(K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+).
Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-,
HPO4-, SO4-.
Dalam keadaan normal, kadar
kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh
bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah
Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-. Sedangkan
di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
Disamping sebagai pengantar aliran
listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya
: Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan
pengaturan volume ekstra sel. Kalium : fungsinya mempertahankan membran
potensial elektrik dalam tubuh. Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan
osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan
kation dalam cairan ekstrasel.Tidak semua elektrolit akan kita bahas, hanya
kalium yang akan dibahas pada makalah ini. Ada dua macam kelainan elektrolit
yang terjadi ; kadarnya terlalu tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah
(hipo).
1.2. Tujuan
1.2.1. Mengetahui Fungsi Kalium dalam Tubuh
1.2.2. Mengetahui dampak dari kelebihan dan
Kekurangan Kalium
BAB II
ISI
2.1. Fungsi
Kalium
Kalium (K) adalah kation utama
kompartemen cairan intraseluler ( CIS ). Sekitar 90 % asupan kalium
diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi normal kalium di plasma
adalah 3,5 – 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi intraseluler dapat 30 kali lebih
tinggi, dan jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah K keseluruhan. Walaupun kadar
kalium di dalam CES hanya berkisar 2 % saja, akan tetapi memiliki peranan yang
sangat penting dalam menjaga homeostasis. Perubahan sedikit saja pada kalium
intraseluler, akan berdampak besar pada konsentrasi kalium plasma.
Keseimbangan Kalium diatur dengan
menyeimbangkan antara pemasukan dan ekskresi, serta distribusi antara intrasel
dan ekstrasel. Regulasi akut kalium ekstraseluler dicapai dengan perpindahan
kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar kalium ekstrasel meningkat
akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan kalium internal,
maka regulasi akut ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol hormonal,
yaitu: Insulin disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na,
K, ATPase dan mendistribusikan Kalium yang didapat dari sel–sel makhluk hidup
yang dimakan ke intrasel.
Epinefrin meningkatkan ambilan
kalium sel, yang mana penting untuk kerja otot dan trauma. Kedua kondisi ini
memicu terjadinya peningkatan kalium plasma. Aldosteron juga berperan dalam
meningkatkan konsentrasi kalium intraseluler. Perubahan pH mempengaruhi
distribusi kalium ekstra dan intraseluler. Pada asidosis, konsentrasi K
ekstraseluler meningkat, sedangkan alkalosis cenderung membuat hipokalemia.
Regulasi kronik untuk homeostasis
K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang difiltrasi, direabsorpsi sebelum
mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal, 20% di tubulus distal, dan 15 %
lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium ditentukan pada tubulus
penghubung dan duktus koligentes Besarnya jumlah K yang direabsorpsi atau
disekresi tergantung kepada kebutuhan. Pada keadaan dimana pemasukan
berlebihan, maka ekskresi akan meningkat, begitupula sebaliknya.
Konsentrasi total kalium di
dalamtubuh diperkirakan sebanyak 2g/kg berat badan. Namun jumlah ini dapat
bervariasi bergantung terhadap beberapa faktor seperti jenis kelamin, umur dan
massa otot (muscle mass). Kebutuhan minimum kalium diperkirakan sebesar
782 mg/hari.
Kalium sangat penting bagi sistem
saraf dan kontraksi otot, kalium juga dimanfaatkan oleh sistem saraf otonom
(SSO), yang merupakan pengendali detak jantung, fungsi otak, dan proses
fisiologi penting lainnya. Kalium ditemukan di hampir seluruh tubuh
dalam bentuk elektrolit dan banyak terdapat pada saluran pencernaan. Sebagian
besar kalium tersebut berada di dalam sel, sebagian lagi terdapat di luar sel.
Mineral ini akan berpindah secara teratur dari dan keluar sel, tergantung
kebutuhan tubuh.
Di dalam tubuh, kalium biasanya
bekerja sama dengan natrium (Na) dalam mengatur keseimbangan muatan elektrolit
cairan tubuh dan keseimbangan asam basa. Keseimbangan ini dijaga
dengan menyesuaikan jumlah asupan kalium dari makanan dan jumlah kalium yang
dibuang. Selain itu, bersama dengan kalsium (Ca ) dan natrium (Na), kalium
akan berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot.
Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat
diserap oleh tubuh.
Dalam keadaan normal, organ ginjal
berperan menyesuaikan antara asupan dan jumlah kalium yang dibuang tubuh.
Sebagian besar kalium dibuang melalui urin, walaupun ada juga yang keluar
bersama tinja.
2.2. Efek
Jika Kekurangan
Penggunaan Pencahar, kadar kalium
dalam darah orang normal 3,5-5 mEq/liter. Bila kurang dari itu dibilang kekurangan
kalium atau dikenal dengan istilah hipokalemia. “Orang jarang kekurangan
kalium,”.Penyebab hipokalemia antara lain:
Asupan
kalium yang kurang. Secara fisiologis, ekskresi kalium di ginjal sebanding
dengan jumlah asupan. Hipokalemia jarang yang hanya disebabkan asupan kalium
yang rendah saja.
Pengeluaran
Kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan,
keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah
muntah, pemakaian (Naso Gastric Tube) NGT, diare, dll.
Kalium berpindah dari ekstrasel ke
intrasel (Redistribusi). Terjadi pada keadaan alkalosis, pemberian insulin,
pemakaian beta 2 agonis, paralysis periodic hypokalemic, dan hipotermia.
Konsentrasi ion kalium pada pada ekstrasel sangat keci dan keadaan ini tidak
tercermin pada jumlah kalium serum. Pada hipokalemia kronik, penurunan kalium
serum 1 mmol/L sebanding dengan defisit 200 mmol/L kalium total tubuh, maka
perlu dipertahankan kalium serum > 4 mEq/L.
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan
gejala sama sekali. Kondisi yang lebih berat dapat mengakibatkan kelemahan
fungsi otot dan tubuh mudah lelah. Pada hipokalemia, penderita biasanya
mengeluhkan badannya lemas dan tak bertenaga. Hal ini terjadi mengingat fungsi
kalium dalam menghantarkan aliran saraf di otot maupun tempat
lain. Kelemahan otot biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan,
tetapi kadang juga mengenai otot mata, otot pernapasan, dan otot untuk menelan.
Kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.
Pada kondisi hipokalemia parah,
sistem saraf juga mengalami gangguan dalam mengantarkan rangsangan. Yang lebih
parah, meskipun jarang terjadi, hipokalemia dapat menyebabkan masalah serius
seperti detak jantung tak beraturan hingga berhentinya detak jantung,
Defisiensi kalium dapat
mempengaruhi berbagai sistem organ, seperti sistem kardiovaskuler, otot dan
ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia ventrikel.
Mekanisme terjadinya hipertensi masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Akan
tetapi, keadaan ini dihubungkan dengan retensi garam di ginjal, selain akibat
berbagai proses hormonal. Aritmia terjadi akibat membran potensial otot jantung
yang terdepolarisasi sebagian. Keadaan hipokalemia dapat memeperburuk
hiperglikemia pada pasien diabetes, akibat pengaruh terhadap pelepasan insulin
dan sensitivitas organ terhadap insulin. Rabdomiolisis dapat terjadi sebagai
akibat dari hiperpolarisasi sel otot rangka, selain adanya gejala kram,
mialgia, dan mudah lelah. Hipokalemia dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa
sistemik, melalui efek terhadap berbagai komponen dari regulasi asam basa di
ginjal.
Diagnosis hipokalemia
didasarkan kepada hasil pengukuran kalium serum kecil dari 3,5 mmol/L. Untuk
mengetahui penyebab, dilanjutkan dengan pengukuran kalium urin, status asam
basa dan Transtubular Kalium Consentration Gradient (TTKG). Indeks ini
menggambarkan konservasi kalium pada duktus koligentes di korteks ginjal.
Diukur dengan perhitungan :
o
2.3. Efek
Jika Kelebihan
Ada 2 mekanisme terjadinya hiperkalemia, yaitu:
Kelebihan
asupan kalium melalui makanan. Buah–buahan dan sayur–sayuran banyak mengandung
kalium. Campuran garam dapat mengandung kalium, dan kelebihan asupan dapat
terjadi pada pemberian makanan enteral.
Keluarnya
kalium dari intra sel ke ekstrasel. Keadaan asidosis metabolik, selain yang
disebabkan oleh KAD atau asidosis laktat, defisisensi insulin, pemakaian beta
blocker, dan pseudohiperkalemia akibat pengambilan sampel darah yang lisis.
Kelainan klinik bergantung kepada kadar kalsium, dan keseimbangan asam-basa.
Berkurangnya ekskresi melalui
ginjal. Terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume
sirkulasi efektif pada CHF dan pemakaian siklosporin. Dewasa ini diketahui
pemakaian ACE inhibitor juga faktor resiko untuk hiperkalemia.
Pada hiperkalemia, terjadi
peningkatan kepekaan membran sel, sehingga dengan sedikit perubahan
depolarisasi, potensial aksi dapat dengan mudah terjadi. Hal ini menimbulkan
kelemahan otot sampai paralisis dan gagal nafas. Gejala yang paling buruk
adalah penurunan kecepatan sistem konduksi miokard dan meningkatkan
repolarisasi miokard.
Kondisi hiperkalemia atau
meningkatnya kadar kalium dalam darah menyebabkan gangguan irama jantung hingga
berhentinya denyut jantung, Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan yang harus
segera diatasi karena mengancam jiwa.
Diagnosis
Hiperkalemia ditegakkan berdasarkan nilai kalium serum diatas 5,1
mmol/L dengan manifestasi klinis kelemahan otot sampai paralisis, sehingga
pasien merasa sesak nafas. Untuk mencari penyebab hiperkalemia, perlu diukur
TTKG.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa:
Pada
konsentrasi tertentu klalium sangat bermanfaat bagi manusia
Namun
jika konsentrasinya kurang atau melebihi rentangan konsetrasi tersebut maka
akan berdampak fatal bagi kesehatan
3.2. Saran
Diperlukan pemahaman yang baik
terhadap gangguan keseimbangan elektrolit kalium, sehingga dapat menegakkan
diagnosis dengan cepat dan tepat, dan pada akhirnya dapat memberikan penanganan
yang tepat dan cepat pula pada penderita kekurangan dan kelebihan kalium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar