SAYA

SAYA

Rabu, 25 September 2013

laporan kaliun dalam serum

kalium sebagai larutan elektrolit dalam tubuh

BAB  I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Tubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa “pembangkit” lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada “rumah-rumah” pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan “perintah” dari pembangkit ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh. Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-), HCO3-, HPO4-, SO4-.
 Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel (cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya : Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel. Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh. Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel.Tidak semua elektrolit akan kita bahas, hanya kalium yang akan dibahas pada makalah ini. Ada dua macam kelainan elektrolit yang terjadi ; kadarnya terlalu tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo).

1.2.   Tujuan
1.2.1.      Mengetahui Fungsi Kalium dalam Tubuh
1.2.2.      Mengetahui dampak dari kelebihan dan Kekurangan Kalium




BAB  II
ISI
2.1.   Fungsi Kalium
Kalium (K) adalah kation utama kompartemen cairan intraseluler ( CIS ). Sekitar 90 % asupan kalium diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi normal kalium di plasma adalah 3,5 – 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi intraseluler dapat 30 kali lebih tinggi, dan jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah K keseluruhan. Walaupun kadar kalium di dalam CES hanya berkisar 2 % saja, akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga homeostasis. Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar pada konsentrasi kalium plasma.
Keseimbangan Kalium diatur dengan menyeimbangkan antara pemasukan dan ekskresi, serta distribusi antara intrasel dan ekstrasel. Regulasi akut kalium ekstraseluler dicapai dengan perpindahan kalium internal antara CES dan CIS. Ketika kadar kalium ekstrasel meningkat akibat asupan yang banyak, atau disebabkan oleh pembebasan kalium internal, maka regulasi akut ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol hormonal, yaitu: Insulin disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na, K, ATPase dan mendistribusikan Kalium yang didapat dari sel–sel makhluk hidup yang dimakan ke intrasel.
Epinefrin meningkatkan ambilan kalium sel, yang mana penting untuk kerja otot dan trauma. Kedua kondisi ini memicu terjadinya peningkatan kalium plasma. Aldosteron juga berperan dalam meningkatkan konsentrasi kalium intraseluler. Perubahan pH mempengaruhi distribusi kalium ekstra dan intraseluler. Pada asidosis, konsentrasi K ekstraseluler meningkat, sedangkan alkalosis cenderung membuat hipokalemia.
Regulasi kronik untuk homeostasis K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang difiltrasi, direabsorpsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal, 20% di tubulus distal, dan 15 % lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium ditentukan pada tubulus penghubung dan duktus koligentes Besarnya jumlah K yang direabsorpsi atau disekresi tergantung kepada kebutuhan. Pada keadaan dimana pemasukan berlebihan, maka ekskresi akan meningkat, begitupula sebaliknya.
Konsentrasi total kalium di dalamtubuh diperkirakan sebanyak 2g/kg berat badan. Namun jumlah ini dapat bervariasi bergantung terhadap beberapa faktor seperti jenis kelamin, umur dan massa otot (muscle mass). Kebutuhan minimum kalium diperkirakan sebesar 782 mg/hari.
Kalium sangat penting bagi sistem saraf dan kontraksi otot, kalium juga dimanfaatkan oleh sistem saraf otonom (SSO), yang merupakan pengendali detak jantung, fungsi otak, dan proses fisiologi penting lainnya.  Kalium ditemukan di hampir seluruh tubuh dalam bentuk elektrolit dan banyak terdapat pada saluran pencernaan. Sebagian besar kalium tersebut berada di dalam sel, sebagian lagi terdapat di luar sel. Mineral ini akan berpindah secara teratur dari dan keluar sel, tergantung kebutuhan tubuh.
Di dalam tubuh, kalium biasanya bekerja sama dengan natrium (Na) dalam mengatur keseimbangan muatan elektrolit cairan tubuh dan keseimbangan asam basa. Keseimbangan ini dijaga dengan menyesuaikan jumlah asupan kalium dari makanan dan jumlah kalium yang dibuang. Selain itu, bersama dengan kalsium (Ca ) dan natrium (Na), kalium akan berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot. Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat diserap oleh tubuh.
Dalam keadaan normal, organ ginjal berperan menyesuaikan antara asupan dan jumlah kalium yang dibuang tubuh. Sebagian besar kalium dibuang melalui urin, walaupun ada juga yang keluar bersama tinja.

2.2.   Efek Jika Kekurangan
Penggunaan Pencahar, kadar kalium dalam darah orang normal 3,5-5 mEq/liter. Bila kurang dari itu dibilang kekurangan kalium atau dikenal dengan istilah hipokalemia. “Orang jarang kekurangan kalium,”.Penyebab hipokalemia antara lain:
  Asupan kalium yang kurang. Secara fisiologis, ekskresi kalium di ginjal sebanding dengan jumlah asupan. Hipokalemia jarang yang hanya disebabkan asupan kalium yang rendah saja.
  Pengeluaran Kalium yang berlebihan. Ekskresi kalium dapat melalui sistem pencernaan, keringat atau ginjal. Beberapa etiologi ekskresi kalium meningkat adalah muntah, pemakaian (Naso Gastric Tube) NGT, diare, dll.
Kalium berpindah dari ekstrasel ke intrasel (Redistribusi). Terjadi pada keadaan alkalosis, pemberian insulin, pemakaian beta 2 agonis, paralysis periodic hypokalemic, dan hipotermia. Konsentrasi ion kalium pada pada ekstrasel sangat keci dan keadaan ini tidak tercermin pada jumlah kalium serum. Pada hipokalemia kronik, penurunan kalium serum 1 mmol/L sebanding dengan defisit 200 mmol/L kalium total tubuh, maka perlu dipertahankan kalium serum > 4 mEq/L.
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali. Kondisi yang lebih berat dapat mengakibatkan kelemahan fungsi otot dan tubuh mudah lelah. Pada hipokalemia, penderita biasanya mengeluhkan badannya lemas dan tak bertenaga. Hal ini terjadi mengingat fungsi kalium dalam menghantarkan aliran saraf di otot maupun tempat lain.  Kelemahan otot biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang juga mengenai otot mata, otot pernapasan, dan otot untuk menelan. Kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal.
Pada kondisi hipokalemia parah, sistem saraf juga mengalami gangguan dalam mengantarkan rangsangan. Yang lebih parah, meskipun jarang terjadi, hipokalemia dapat menyebabkan masalah serius seperti detak jantung tak beraturan hingga berhentinya detak jantung,
Defisiensi kalium dapat mempengaruhi berbagai sistem organ, seperti sistem kardiovaskuler, otot dan ginjal. Hipokalemia dapat menyebabkan hipertensi dan aritmia ventrikel. Mekanisme terjadinya hipertensi masih belum dapat dijelaskan dengan baik. Akan tetapi, keadaan ini dihubungkan dengan retensi garam di ginjal, selain akibat berbagai proses hormonal. Aritmia terjadi akibat membran potensial otot jantung yang terdepolarisasi sebagian. Keadaan hipokalemia dapat memeperburuk hiperglikemia pada pasien diabetes, akibat pengaruh terhadap pelepasan insulin dan sensitivitas organ terhadap insulin. Rabdomiolisis dapat terjadi sebagai akibat dari hiperpolarisasi sel otot rangka, selain adanya gejala kram, mialgia, dan mudah lelah. Hipokalemia dapat mempengaruhi keseimbangan asam basa sistemik, melalui efek terhadap berbagai komponen dari regulasi asam basa di ginjal.
 Diagnosis hipokalemia didasarkan kepada hasil pengukuran kalium serum kecil dari 3,5 mmol/L. Untuk mengetahui penyebab, dilanjutkan dengan pengukuran kalium urin, status asam basa dan Transtubular Kalium Consentration Gradient (TTKG). Indeks ini menggambarkan konservasi kalium pada duktus koligentes di korteks ginjal. Diukur dengan perhitungan :

o
2.3.   Efek Jika Kelebihan
Ada 2 mekanisme terjadinya hiperkalemia, yaitu:
  Kelebihan asupan kalium melalui makanan. Buah–buahan dan sayur–sayuran banyak mengandung kalium. Campuran garam dapat mengandung kalium, dan kelebihan asupan dapat terjadi pada pemberian makanan enteral.
  Keluarnya kalium dari intra sel ke ekstrasel. Keadaan asidosis metabolik, selain yang disebabkan oleh KAD atau asidosis laktat, defisisensi insulin, pemakaian beta blocker, dan pseudohiperkalemia akibat pengambilan sampel darah yang lisis. Kelainan klinik bergantung kepada kadar kalsium, dan keseimbangan asam-basa.
Berkurangnya ekskresi melalui ginjal. Terjadi pada keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif pada CHF dan pemakaian siklosporin. Dewasa ini diketahui pemakaian ACE inhibitor juga faktor resiko untuk hiperkalemia.
Pada hiperkalemia, terjadi peningkatan kepekaan membran sel, sehingga dengan sedikit perubahan depolarisasi, potensial aksi dapat dengan mudah terjadi. Hal ini menimbulkan kelemahan otot sampai paralisis dan gagal nafas. Gejala yang paling buruk adalah penurunan kecepatan sistem konduksi miokard dan meningkatkan repolarisasi miokard.
Kondisi hiperkalemia atau meningkatnya kadar kalium dalam darah menyebabkan gangguan irama jantung hingga berhentinya denyut jantung, Kondisi ini merupakan kegawatdaruratan yang harus segera diatasi karena mengancam jiwa.
Diagnosis Hiperkalemia  ditegakkan berdasarkan nilai kalium serum diatas 5,1 mmol/L dengan manifestasi klinis kelemahan otot sampai paralisis, sehingga pasien merasa sesak nafas. Untuk mencari penyebab hiperkalemia, perlu diukur TTKG.






BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah bahwa:
  Pada konsentrasi tertentu klalium sangat bermanfaat bagi manusia
  Namun jika konsentrasinya kurang atau melebihi rentangan konsetrasi tersebut maka akan berdampak fatal bagi kesehatan
3.2.   Saran
Diperlukan pemahaman yang baik terhadap gangguan keseimbangan elektrolit kalium, sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan cepat dan tepat, dan pada akhirnya dapat memberikan penanganan yang tepat dan cepat pula pada penderita kekurangan dan kelebihan kalium.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar